CERPEN | DARI BALIK JENDELA


DARI BALIK JENDELA
Hari ini hujan turun dengan deras tetapi akhirnya berhenti juga ketika menjelang senja. Aku tak bisa menghabiskan akhir pekanku di luar rumah lagi hari ini. Padahal aku sudah sangat menantikannya. Biasanya walau hari libur, aku terjebak di dalam kamarku menulis buku yang sudah mencapai tenggatnya. Dan ini hari liburku yang pertama setelah bukuku terbit. Seharusnya aku bisa menikmatinya dengan berjalan-jalan menikmati udara segar di luar ruangan sembari melihat angit biru yang cerah. Namun sepertinya cuaca berkata lain. Hujan yang tak kunjung berhenti mencegahku keluar hingga matahari mulai menghilang. Lagi-lagi aku harus menghabiskan akhir pekanku di dalam kamar. Dan mengamati dunia dari balik jendela kusam.
Aku melihat keluar jendela kaca yang berembun. Ada sesuatu yang nampak dari kejauhan. Sesosok anak kecil tengah duduk sendirian di bangku taman yang kebetulan berada tepat di depan rumahku. Dia nampak seperti gadis kecil pada umumnya. Tetapi penampilan serta wajahnya yang lugu nampak asing bagiku. Seingatku tak ada gadis kecil yang tinggal di lingkungan ini.
Dan taman di depan rumah itu biasanya selalu sepi. Terutama ketika menjelang senja seperti sore ini. Aroma tanah basah masih tercium menyengat. Cuaca lembab biasanya memang membuat orang enggan keluar. Mereka biasanya lebih senang menghabiskan waktu di rumah yang hangat bersama keluarga tercinta.
Gadis itu memakai terusan berwarna jingga dengan pita merah terang di bagian pinggang. Rambutnya yang berwarna kecoklatan di kuncir dua dengan tali rambut merah muda. Nampak begitu manis untuk gadis seusianya. Dia mendongak ke langit senja yang muram. Dia menatap dengan ekspresi wajah dingin membeku. Nampak begitu kontras dengan penampilannya yang manis dan lucu.
Aku jadi bertanya-tanya apa yang sedang dia pikirkan. Kenapa dia duduk sendirian di bangku taman yang sepi menjelang senja. Dan dari mana ia berasal. Namun pertanyaan-pertanyaan itu hanya ada di angan-anganku.  Pertanyaan-pertanyaan yang tersimpan dalam pikiranku. Sebanarnya tak penting, namun hanya bagian dari rasa penasaranku. Dan akan memuaskan diriku bila saja itu terjawab.
Angin dingin berhembus perlahan. Menerobos melalui celah-celah ventilasi dan membawa kesejukan yang menusuk hingga ke tulang. Aku menggosok kedua lenganku untuk mengusir rasa dingin. Sepertinya pemanas ruanganku kurang efektif mengusir rasa dingin ini. Pohon-pohon bergemersik resah di luar. Namun gadis itu tetap tak bergeming. Dia tetap mendongak ke langit yang kini kembali di penuhi awan kelabu. Sepertinya hujan akan turun lagi. Tapi gadis itu tak peduli. Dia tetap sabar menunggu, entah apa yang ia tunggu.
Terdengar kepak sayap burung yang riuh hendak kembali ke sarang. Pertanda malam akan segera tiba. Juga suara-suara binatang malam yang bersiap keluar. Lampu-lampu taman mulai menyala. Dan gadis kecil itu masih saja duduk di posisinya dan tak beranjak seincipun dari sana. Sebenarnya apa yang sedang ia tunggu. Apa yang membuatnya begitu sabar menunggu di taman itu sendirian. Apa sebenarnya yang sedang ia nanti-natikan.
Namun setelah langit kehilangan garis jingga terakhirnya, gadis kecil itupun pergi meninggalkan taman. Sebelum malam membuat kedua matanya menjadi buta. Dia pergi tanpa lagi menengok ke belakang. Seolah ia akan melupakan seluruh harinya yang tidak menyenangkan.
Aku menatapnya pergi dari kejauhan. Menatap punggung kecilnya yang mulai menghilang. Gadis kecil itu pergi sudah. meniggalkan tetumbuhan yang resah di malam yang gundah.
Menghilang. Wajah mungilnya yang misterius itupun lenyap. Bersamaan dengan malam yang kian pekat. Meninggalkan sejuta tanya yang tak terjawab.
Aku kini kembali sendirian. Menatap keluar jendela kusam, berharap akan ada sesuatu atau sesorang yang datang. Mengisi sisa hariku yang muram. UK

amelia

Phasellus facilisis convallis metus, ut imperdiet augue auctor nec. Duis at velit id augue lobortis porta. Sed varius, enim accumsan aliquam tincidunt, tortor urna vulputate quam, eget finibus urna est in augue.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar